#SUPREMASI_HUKUM
di Indonesia
--. Sebuah kontroversi yang menggegerkan sekaligus membuat bingung publik terkait dengan siapa benar dan siapa salah, tentang siapa yang melakukan dan siapa yang tidak, sudah sepatutnya diselesaikan melalui jalan hukum.
Di negera yang menjunjung tinggi supremasi hukum, hukum harus menjadi rujukan terakhir dari sebuah pertentangan soal kebenaran.
Begitu pun ketika kita melihat kasus Ratna Sarumpaet dengan dugaan kebohongannya yang luar biasa, yang begitu menghebohkan sekaligus mendominasi percakapan publik, baik di ruang fana maupun ruang maya selama sepekan lalu.
Fakta bahwa kebohongan itu terjadi di masa kampanye pemilihan presiden membuat kasus tersebut teramat mudah bergerak sangat liar.
Ia digiring, digoreng, lalu dicampurkan dengan bumbu politik, dan menjadikannya peluru untuk menembak lawan*.
Dalam suasana kontroversial seperti itu, sudah benar bila hukum dipilih sebagai satu-satunya jalan keluar.
Tangan hukum mesti cepat bertindak untuk mencegah supaya bola isu tersebut tak semakin liar dan berputar-putar tak keruan.



Dalam hal ini, polisi sudah tepat dengan segera merespons beberapa laporan masyarakat terkait dengan kasus tersebut.
Sejumlah pihak sudah dipanggil untuk digali informasi serta pengetahuan mereka tentang kasus itu.
Politikus senior Amien Rais termasuk daftar pihak yang akan diperiksa polisi dan rencananya bakal datang memenuhi panggilan, hari ini.
Kita tentu menghargai kesediaan Amien tersebut meskipun di pemanggilan pertama ia mangkir.
Namun, kita juga menyayangkan jika kedatangannya ke Polda Metro Jaya itu juga 'membawa' massa pendukung yang jumlahnya ratusan untuk mengawal pemeriksaan.
Kelompok yang telah terkonfirmasi bakal mengerahkan anggota untuk mengawal Amien ialah Presidium Alumni 212.
Di satu sisi, Amien tampak patuh terhadap hukum dengan memenuhi panggilan pemeriksaan polisi.
Namun, di sisi yang lain, publik juga patut menduga bahwa dengan pengerahan massa tersebut sebenarnya Amien sedang memainkan strategi menekan hukum dan aparatnya secara politik.
Sulit untuk menyebut bahwa maksud dari pengerahan massa itu sekadar dukungan moral.
Sebaliknya, mudah untuk menyebut rencana itu sebagai upaya intervensi terhadap proses penegakan hukum.
Tokoh sekaliber Amien Rais, seorang elite partai dan mantan Ketua MPR, mestinya mafhum bahwa hukum dan segala prosesnya mesti dijaga tetap steril.
BIARLAH HUKUM BERJALAN DAN BERBICARA DI RUANGNYA SENDIRI.
Jangan dicampuradukkan dengan tekanan apa pun, apalagi tekanan yang datang dari massa di luar ruang hukum.
Sudah sepatutnya Amien menjadi contoh bagi warga negara yang lain untuk selalu patuh pada penegakan hukum*.
Di panggung hukumlah akan dibuktikan apakah kita benar atau salah.
Kebenaran tidak selalu ditentukan mereka yang memiliki jumlah massa banyak.
SEKALI LAGI, HUKUM TIDAK MENGHITUNG JUMLAH PENDUKUNG.
Akan sangat baik dampaknya bagi proses penegakan hukum dan masa depan demokrasi di Republik ini bila Amien Rais mau memperlihatkan sisa-sisa ketokohannya dengan mencegah para simpatisan dan pendukungnya menggeruduk polda, hari ini.
Ingat, negara ini berjalan atas dasar Supremasi Hukum, bukan supremasi massa.
Membiarkan massa itu bergerak sama saja dengan menciptakan kegaduhan dan masalah baru.

Komentar

Indahnya Milky Way Di Pantai Kurenai

INDAHNYA MILKY WAY DI PANTAI KURENAI...

MUSYAWARAH BESAR MAHASISWA PECINTA ALAM